Dalam rangka melaksanakan penegakan hukum yang berorientasi pada konsep atau pendekatan Keadilan Restoratif, Kajati Jatim, Dr. Mia Amiati, SH, MH pada hari Rabu tanggal 12 Juli 2023, didampingi Wakajati, Aspidum dan Koordinator di Bidang Pidum serta Kasi Oharda bersama-sama dengan beberapa Kajari terkait, yaitu Kajari Surabaya, Kajari Sidoarjo, Kajari Blitar, Kajari Kota Malang, Kajari Bojonegoro, Kajari Tanjung Perak, Kajari Tulungagung, Kajari Kab Mojokerto, Kajari Kota Mojokerto dan Kajari Situbondo telah melaksanakan expose din hadapan Bapak Jam Pidum melalui sarana virtual 17 (tujuh belas) perkara yang dimohonkan Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif yaitu : 14(empat belas) perkara OHARDA dan 3 (tiga) perkara Penyalahgunaan Narkotika, dengan rician sebagai berikut :
EMPAT BELAS PERKARA OHARDA
- 5 (lima) perkara pencurian (yang memenuhi ketentuan Pasal 362 KUHP) diajukan oleh Kejari Surabaya (1 perkara), Kejari Sidoarjo (2 perkara), Kejari Kabupaten Pasuruan (1 perkara) dan Kejari Kota Malang (1 perkara).
- 5 (lima) Perkara Penganiayaan (yang memenuhi ketentuan Pasal 351) diajukan oleh Kejari Magetan (2 perkara), Kejari Tanjung Perak(1 perkara) dan Kejari Tulungagung (2 perkara).
- 2 (dua) perkara Penadahan (yang memenuhi ketentuan Pasal 480 KUHP) diajukan oleh Kejari Blitar dan Kejari Bojonegoro.
- 1 (satu) perkara Pengrusakan (yang memenuhi ketentuan Pasal 406 KUHP) diajukan oleh Kejari Sidoarjo
- 1 (satu) perkara yang memenuhi ketentuan Pasal 80 ayat (1) UU RI No. 35 Tahun 2014 tentang PerubahanAtas UU RI No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak diajukan oleh Kejari Kabupaten Pasuruan.
TIGA PERKARA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA
Untuk perkara penyalahgunaan narkotika ada 3 (tiga) perkara yang diajukan permohonan penghentian penuntutannya berdasarkan keadilan Restoratif yaitu dari Kejari Kota Mojokerto 2 (dua) perkara dan Kejari Situbondo 1 (satu) perkara.
Penyelesaian perkara pidana melalui mekanisme penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif menjadi bukti bahwa negara melalui penegak hukumnya hadir memberikan humanisme dalam penegakan hukum dalam rangka menciptakan rasa keadilan di tengah-tengah masyarakat. Melalui kebijakan restorative justice, diharapkan tidak ada lagi masyarakat bawah yang tercederai oleh rasa ketidakadilan. Langkah ini menjadi pembuktian nyata bahwa penegakan hukum tidak hanya tajam ke bawah. Meskipun demikian, perlu juga untuk digarisbawahi bahwa keadilan restoratif bukan berarti memberikan ruang pengampunan bagi pelaku pidana untuk mengulangi kesalahan serupa.